Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

Di Antara Ombak

Gambar
  “Sekali minum air Mandar, maka ia selamanya adalah orang Mandar.” Langit Polewali Mandar menyambut Ambar bukan dengan pelangi, tapi dengan peluh. Ia datang bukan sebagai pahlawan bersorban merah putih, melainkan sebagai guru biasa, lulusan universitas negeri di Yogyakarta yang dulu dipenuhi mimpi. Jakarta mengutusnya dengan surat tugas yang tampak seperti formalitas, tapi bagi Ambar, itu adalah tiket menuju peran yang lebih besar dari sekadar mengajar—mungkin juga menyentuh kehidupan. Ia hanya membawa satu hal: harapan. Sekolah itu berdiri di tepi waktu. Dindingnya separuh beton, separuh semangat. Murid-muridnya datang tanpa seragam yang seragam. Mata mereka tajam, bukan karena kritis, tapi karena lapar akan sesuatu yang tak mereka pahami. Ambar berdiri di depan kelas, mencoba menyapa dengan Bahasa Inggris. Suara angin lebih mendapat respon. Di sudut ruangan, ada Fikri—bocah kurus dengan mata yang penuh tanya, duduk seperti sedang menanti kapal dari negeri asing. Ambar tak men...