Tas Baru
“Hei, tunggu!” Suaramu sekonyong-konyong merantai hati dan langkah kaki . Lantas, bisaku jadi bisu. Kakiku jadi kaku. Waktu mati . Semesta pergi . Hanya aku dan kau dalam ruang tanpa batas. Derap-derap langkahmu itu mulai mendekat namun bagi kita ukuran mili telah berubah menjadi tahun cahaya . Tidak pernah ada lagi dekat dengan dengan definisi yang sama. Tidak akan pernah ada. “Kamu melupakan sesuatu,” katamu. Aku ingin tertawa mendengar perkataanmu. Andai kau tahu tidak tersisa seperseribu tetespun kata lupa dalam memoriku. Aku ingat semuanya, walau katanya kenangan bak buih yang bisa menguap tanpa jejak . Hatiku menggedor-nggedor batin untuk tegas menolak lupa. “Lupa?” sindirku. “Ya, kamu lupa membawa tasmu.” Aku sangat ingin berbalik. Namun, aku lebih takut apa yang akan kulihat nanti, wajahmu yang memikat seperti malaikat . Lalu, aku akan melihat mulut kecilmu yang selalu bisa menampung milyaran kata manis tanpa pernah habis. Tidak! Batinku belum sekuat itu, dia