Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Happy birthday Gagas!

Gambar
            Happy birthday Gagas! Ciee… yang udah dua belas tahun menemani Gagas Addict dengan sejuta cerita! Baiklah, karena kamu lagi ulang tahun nih, let me tell you about twelve things for your birthday present! Ini dia… J *Jreng jreng jreng* Musik tegang hehehe… Pertanyaan pertama! Sebutkan 12 judul buku yang paling berkesan setelah kamu membacanya! Wah jawab pertanyaan ini gampang-gampang susah sebenarnya sebab hampir setiap buku meninggalkan kesan masing-masing setelah aku baca. Tapi, memang buat aku pribadi ada beberapa buku yang paling ‘ngena’ di hati. Kesannya kayak nggak pernah hilang gitu walaupun bacanya udah lama. *Ehem* Oke, mari kita mulai daftar 12 buku paling berkesan versi Ambar. Dan… buku itu adalah… (gaya-gaya pembaca nominasi) 1.       Perahu Kertas 2.       Rectoverso 3.       Filosofi Kopi 4.       Supernova: Ksatria, Putri, Bintang Jatuh 5.       Supernova: Akar 6.       Supernova: Petir

Belajar Membaca

Gambar
            Kata orang ada dua hal yang akan terjadi terus-menerus selama kita hidup, pertama bernafas dan yang kedua belajar. Dua kata yang sama-sama mendapat prefix ber- ini sejatinya menegaskan bahwasanya tidak ada satupun manusia di dunia dapat hidup tanpa bernafas dan belajar. Kita hidup maka kita bernafas. Kita bernafas maka kita belajar.                         “Sudah belajar belum, Ri?”             Pertanyaan sama untuk kesekian kali pada hari sepagi ini. Harusnya kujawab secara mantap dan lantang dengan kata “tentu saja”, seperti pagi-pagi lain di hari lalu. Nyatanya, setiap pagi tidak pernah sama. Bahkan ketika kita habiskan semua pagi dengan kegiatan dan orang yang sama sekalipun, pagi hari ini tetap bukan pagi kemarin. Hari ini bukan hari kemarin.                         “Ri, kok diem aja sih? Nggak mungkin kan kamu belum belajar?”             Aku tertawa keras mendengar pertanyaan sahabatku itu. Lalu mendengus. Sepertinya aku memang belum belajar.

Unfinished Story

         That grey house which has a beautiful small garden is my first destination after leaving the airport for about fifteen minutes ago. How great! This building is just as same as four years ago when the last time I saw it. There is no both additional building and color changed. I am numb. Just looking at this memorable house makes me nervous and gets a sudden hands tremble. I can feel how I am at a little war inside. Half of my heart really wants to knock that wooden door and the other half absolutely wants to go out of this place as soon as possible. I take a deep breath. “There is no chance to run, Dimas,” I talk to myself. Yeah, my mind had made up since the day I left this city. I cannot be a coward by stepping my feet out. This day is the day that I waited for, isn’t it? It has been so long and honestly I really miss this place.

Happy Anniversary!

            “Happy anniversary, love.” katanya sambil menggandeng tanganku menuruni kereta gantung Namsan yang telah usai melaksanakan tugas. Gelapnya malam dan Namsan Seoul Tower memang perpaduan yang sempurna, pikirku. Segera saja mataku tertakjub-takjub menatap pemancar radio setinggi 236,7 m yang dibangun tepat di atas Gunung Namsan pada tahun 1969 ini.             Mataku berkaca-kaca. “ Gomawo (terima kasih), ini indah sekali. Warna lampunya mirip aurora ya, gradasi antara biru dan ungu. Ah…romantis.”             “Ini belum seberapa, aku mau ngajakin kamu naik ke atas,” ucapnya bersemangat.             Tanpa menunggu persetujuan, lenganku sudah ditarik menuju ticket booth yang terletak di luar menara.

The Nail

            Tidak semua arkeolog menyukai bau masa lalu. Baginya, selalu ada kontradiksi tentang keambiguan masa dalam nuraninya. Sebagian hatinya dengan tegas menutup masa itu rapat-rapat. Sebagian lagi justru seakan mengamuk siap mengobrak-abrik pintu berlapis yang susah payah ia bangun.                      Hari itu di tengah Teluk San Fransisco, ia merasakan perang batinnya memuncak. Mukanya pias. Ada sesuatu yang tertangkap indera perasanya. Anehnya, seberapapun ia mencari jawab, selalu berujung pada tanda tanya yang sama. Seakan tersesat dalam sebuah labirin dan tidak pernah menemukan jalan pulang.                     “Hey, Bob! Are you okay?” Celetukan rekan setimnya itu memecah konsentrasinya.                    “Ya, aku baik, Jane,” jawabnya.

I want or I will?

Bonsoir!! Selamat malam Indonesia! Akhirnya setelah berbulan-bulan tergoda dalam kemanisan drama, anime dan tugas berbisa sehingga harus vakum nulis *tear* saya kembali ke dalam garis edan eh edar saya yang sesungguhnya. Alhamdulillah masih ingat cita-cita! *benerin jilbab* Ngomong-omong soal cita-cita nih (bukan Cita Citata lho ya), saya pengin share pengalaman pribadi saya waktu diputusin sama pacar saya (ehh… bukan ini ngaco), maksudnya pengalaman saya bulan ini yang bikin saya senyum-senyum sepanjang perjalanan pulang kala itu. Tentu saja berkaitan dengan salah satu cita-cita saya. J

Tuan Tak Bernama

                 “Apa artinya malam minggu, bagi orang yang tidak mampu…” Alunan lagu dangdut lama itu menggema di dinding kamarku. Mendengar suara si Raja Dangdut memang sudah jadi ritual wajib. Seolah jika kulewatkan satu malam Minggu saja tanpa memutarnya, tembok kamarku bisa berubah menjadi sebuah mulut raksasa yang siap menelanku tanpa sisa. Oh, ya! Malam minggu menyapa lagi. Dalam berbagai bentuk dan rupa seperti biasa. Senyuman lebar untuk mereka yang punya cinta dan terlaksana. Senyum miris kepada mereka yang tidak punya tangan seseorang untuk digenggam sepanjang malam. Kalau aku? Tentu saja jenis makhluk yang kedua. Katanya setiap orang lahir dengan membawa rezekinya sendiri. Kalau kataku, aku lahir dengan kutukanku sendiri. Oke. Mungkin kau tidak percaya, kan? Tapi aku punya bukti tentu saja. Umurku sudah berkepala dua dan selama itu pula aku tidak pernah mendapat tawaran genggaman hangat seseorang. Tak sekalipun.  Banyak orang mengira aku berhati batu. Tak pernah disen

Alice Not in Wonderland

            Hanya beberapa menit setelah tombol televisi menyala, gadis itu membuang muka. Mual itu datang, bukan perutnya tapi hati nuraninya yang teraduk bukan main. Dari semua kilasan berita yang dia rekam melalui mata dan telinganya, nyatanya berita itu konstan. Bahkan, kalau saja berita tersebut bisa dimatematiskan, kemungkinan akan menyaingi popularitas angka tetapan untuk phi atau angka tetapan lain dalam Fisika. Namanya Alice, bermata sipit seperti bulan sabit. Rambutnya hitam seperti malam. Peringainya riang seperti siang. Impian hidupnya hanya satu, berhenti tumbuh dewasa seperti Peterpan. Tak pernah absen berdoa agar dirinya menjadi Alice yang ‘salah’. Menganggap kelinci adalah hewan paling berbahaya di muka bumi. Kenapa? Karena Alice dan kelinci berdasi berarti satu kata, Wonderland. Wonderland berarti Ratu Merah –ratu jahat dalam dongeng Alice in Wonderland-. Ratu Merah berarti Jabberwocky -naga dalam dongeng Alice in Wonderland-. Jabberwocky berarti sebuah ketakut