Tuan Tak Bernama
“Apa artinya malam minggu, bagi orang yang tidak mampu…”
Alunan lagu dangdut lama itu menggema di dinding kamarku. Mendengar
suara si Raja Dangdut memang sudah jadi ritual wajib. Seolah jika kulewatkan
satu malam Minggu saja tanpa memutarnya, tembok kamarku bisa berubah menjadi
sebuah mulut raksasa yang siap menelanku tanpa sisa. Oh, ya! Malam minggu
menyapa lagi. Dalam berbagai bentuk dan rupa seperti biasa. Senyuman lebar
untuk mereka yang punya cinta dan terlaksana. Senyum miris kepada mereka yang
tidak punya tangan seseorang untuk digenggam sepanjang malam. Kalau aku? Tentu
saja jenis makhluk yang kedua.
Katanya setiap orang lahir dengan membawa rezekinya sendiri. Kalau
kataku, aku lahir dengan kutukanku sendiri. Oke. Mungkin kau tidak percaya,
kan? Tapi aku punya bukti tentu saja. Umurku sudah berkepala dua dan selama itu
pula aku tidak pernah mendapat tawaran genggaman hangat seseorang. Tak
sekalipun. Banyak orang mengira aku berhati
batu. Tak pernah disentuh cinta. Tak pernah menyentuh cinta. Dikutuk jomblo
selama-lamanya.
“Kamu sih, Rin. Keras kepala seperti biasa. Pemilih lagi. Gimana enggak
jomblo coba?” Kata-kata Santi sahabatku itu mungkin ada benarnya juga. Tapi,
kalau dapat buaya darat gimana? Repot juga kan kalau tidak pilih-pilih?
Aku menatap lagi kepala monitor yang sudah menyala sejak 3 jam yang lalu.
Facebook, Twitter, Instagram dan ragam sosial media lainnya menginvasi tab-tab
browser di laptop. Katanya sih internet jendela ilmu dunia. Jadi, mungkin saja
aku dapat tutorial cara menghilangkan kutukan jomblo dari Youtube, kan? Siapa
yang tahu! Yang jelas, berhenti mengkambing hitamkan senyuman miris malam Minggu.
Jelajahi internet sejauh yang kumau dan melupakan sejenak kutukan jombloku.
“Hmhm… Main Omegle ah!” seruku riang pada mata tetikus yang
bergoyang-goyang.
Start a conversation! Click!
Dua jam berlalu. Hasilnya? Membuatku memamerkan gigi. Geli. Tidak
satupun orang-orang yang kuajak ngobrol tadi bertahan lama. Paling mentok
sampai nanya ASL. Aku geleng-geleng kepala. Bahkan di dunia mayapun, kutukan
jomblo sialan itu masih membuntutiku. Sampai mata tetikus di layar kembali
berkedip menampilkan ‘hi’ baru di sana.
***
Orang itu mengaku dirinya lelaki, dua puluh satu tahun, orang Indonesia
juga tapi kuliah di Jerman. Lelaki paling sopan dan paling menyenangkan yang
pernah kuobroli di situs chatting
ini. Dia pandai menyenangkan orang, pikirku. Hanya dalam waktu kurang dari
sejam, dibuatnya muka ini jadi kepiting rebus. Tersipu-sipu. Bicara sekedar hal
remeh-temeh dari kangen banget masakan padang dan hobi ternyata bisa
semenyenangkan ini. Obrolan kami lama. Nyambung dalam hal apapun. Lalu, kutukan
itu menyabotase sambungan internet lagi. Lelaki di sebrang benua itu bilang
pamit. Mau keluar katanya. Aku tidak punya pilihan lain selain membiarkannya
dan tetap menjadikannya lelaki tanpa nama.
***
Malam minggu datang lagi dan lagi. Ini adalah malam Minggu kesekian
setelah obrolan dengan lelaki tanpa nama. Sekian kali pula aku membuka situs chatting yang sama. Omegle. Memasukkan interest yang sama, Indonesia. Yah..
Tebakanmu sepenuhnya benar. Aku harap bisa menemukan lagi si lelaki tanpa nama.
Sekian puluh lelaki kuajak bicara. Namun, aku tidak pernah menemukan lelaki
yang sama. Dulu, aku pikir diberi kutukan jomblo adalah hal paling
menyedihkan yang pernah ada. Tapi, aku salah. Ternyata dikutuk untuh jatuh cinta
lebih terasa sakitnya. Walaupun aku tidak pernah tahu laki-laki itu, tidak tahu
kebenaran identitas dan keberadaannya tapi nyatanya dia membuatku jatuh. Jatuh
cinta.
Lelaki itu pasti sudah melupakanku. Melupakan semua hal yang
dibicarakannya denganku. Tapi, aku akan selalu ingat. Dia seorang kutu buku dan
berkacamata. Mengambil mayor di Teknologi Pengolahan Pangan di benua biru sana.
Aku menghela napas. “Terimakasih, Tuan Tak Bernama.” Aku bicara pada laptopku
seolah sedang bicara kepadanya. Ya, terimakasih sudah menjadikan hatiku sebuah
langit yang luas dengan satu bintang. Kamu, bintang hatiku.
Andai dulu waktu aku lahir boleh memilih sendiri kutukan dalam hidupku,
akan jauh lebih baik memilih tertusuk jarum lalu tidur selamanya. Karena di
akhir cerita, akan tiba seorang pangeran yang mencium dan menghilangkan
kutukannya. Kemudian, kami bahagia selama-lamanya.
Tapi aku Rina bukan putri Disney, Aurora. Jomblo yang jatuh cinta. Aku
memejamkan mata. Sekarang aku tahu, kutukanku ada dua.
ceritanya menarik
BalasHapusTerima kasih.
HapusBitty tokens can be used to increase experience gains, for instance. A key side of any gambling web site is the standard game and the variety of games on provide. The graphics and leisure are key components to the general experience, and subsequently you must to} choose a crypto website that has games from one of the best builders and a good selection. The ‘free spins bonus’ additionally be|can be} out there standalone and it provides customers the possibility to try out crypto games without utilizing their ์จ๋ผ์ธ ์นด์ง๋ ธ funds. You ought to choose a casino that offers free spins often quite than just on sign-up.
BalasHapus