Perempuan yang Menanggung Dunia dan Seisinya: Sungai Airmata


     Pada zaman dahulu, hiduplah seorang perempuan yang senang mendengarkan cerita. Setiap hari, ia berkelana dari hutan ke hutan demi memperoleh cerita baru untuk ia simpan. Suatu ketika, ia bertemu dengan seorang pertapa. Pertapa itu memberinya kabar bahwa di atas Gunung Wakiwaki hidup seorang juru cerita yang sangat melegenda. Ia telah hidup lebih dari 100 tahun  dan telah berkelana sampai ke ujung dunia. Konon, juru cerita itu tinggal di sebuah gua berdindingkan ingatan, berlantaikan kenangan serta beratapkan cerita.

    Mendengar hal tersebut, perempuan itu lantas bergegas meniti jalan menuju Gunung Wakiwaki. Jalanan menuju ke sana tidaklah mudah. Ia harus melewati Sungai Airmata, Bukit Kesengsaraan, Padang Kesedihan serta mendaki Puncak Pengkhianatan. Setelah beberapa lama berjalan, sampailah ia dipemberhentian pertama yaitu Sungai Airmata. Perempuan itu diam. Berpikir bagaimana caranya ia dapat menyeberangi sungai. Arusnya sangat deras dan ia baru saja ingat ia tak bisa berenang. Ia mungkin tidak akan langsung tenggelam tapi mungkin akan terseret, terbentur dan terbanting-banting dalam arus. Tidak. Ia harus mencari cara, katanya dalam hati. Dalam perenungannya, tiba-tiba saja terdengar suara isak. Di tepi sana, ia melihat seekor ikan yang hidup terpisah dari genangan sungai. Lalu perempuan itu bertanya, "Kenapa Kau menangis, wahai ikan kecil?"

Tanpa menghentikan tangisnya, ikan itu lantas menjawab, "Menangis adalah takdirku, Nona. Air mata adalah jalan hidupku."

Perempuan itu mengernyit heran. Ia sama sekali tidak mengerti. Lalu, perempuan itu mendekati Sang Ikan. 

"Dapatkah Kau menceritakan kisahmu kepadaku?" tanya perempuan itu.

"Tentu saja," jawab Sang Ikan.

Dalam tangisnya, ikan itu mulai bercerita. Tentang musim kering pada suatu waktu. Saat itu hutan sudah gersang, tanahnya kering dan tandus. Hujan tidak kunjung datang. Orang-orang dan binatang semua berkeluh kesah. Beberapa bahkan mati kehausan dan kelaparan. Begitu pun dengan keluarga sang ikan yang tidak bisa lagi berkecipak di air yang memberikannya kehidupan. Lalu, datanglah seorang penyihir. Ia datang dengan tawa yang renyah dan ringan, tapi mengerikan. Dalam tangannya ia menggengam sebotol air yang sangat jernih.

Dengan tubuh lemas dan napas terkahir, Sang Ikan meminta belas kasih dari Si Penyihir. Ia berkata, "Tolonglah kami."

Namun penyihir itu hanya membalasnya dengan cekikik jahat. 

Sang Ikan kembali memohon, kali ini dengan air mata yang tidak bisa lagi ia bendung.

Lalu sang penyihir itu berkata, "Baik, kau tidak akan mati. Tapi kau akan selamanya hidup dengan air matamu. Hahahaha"

Penyihir itu kemudian pergi setelah menenggak habis botol air di tangannya. Ajaib, sejak saat itu Sang Ikan tidak pernah berhenti mengeluarkan air mata. Hingga darinya mengalirlah sebuah sungai deras yang lantas memberi kehidupan di sekitarnya. 

Perempuan itu tanpa sadar ikut berkaca-kaca. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa di dunia ini ada yang bertahan hidup dengan airmatanya.

Perempuan itu mengelus punggung Sang Ikan iba. Betapa berat hidup ikan itu karena setiap hari ia harus menangis hanya untuk sekedar hidup. Dan saat ia berhenti, maka ia mati.

"Wahai Ikan, maukah kau berbagi sedikit bebanmu denganku? Akan kuberi kau satu mataku ini, biar ia di sini menangis bersamamu. Agar kau bisa menikmati hidupmu barang sebentar," tuturnya tegas.

"Sungguh mulia sekali hatimu. Apa yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikanmu, Nona?" jawab Sang Ikan.

"Antarkan aku ke seberang sungaimu. Cukup."

Ikan itu setuju. Sudah lama memang ia menginginkan teman untuk berbagi airmata. Benar saja. Perempuan itu lantas memberikan mata kanannya pada Sang Ikan.

Ikanpun menepati janjinya mengantarkan perempuan itu menuju sisi lain sungainya.

Oh.. Ikan yang malang.


#BERSAMBUNG

Komentar

  1. Lanjutt kak Am... 👍🏻
    Jadi inget Ko Mun Yeong-nya It's Ok to Not be Ok ☺️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaa terima kasih, Kak Any buat supportnya selalu. ❤️❤️ Pgn kayak komunyong kak hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Happy birthday Gagas!

Perempuan yang Menanggung Dunia dan Seisinya: Bukit Kesengsaraan

REVIEW BUKU SEMUA IKAN DI LANGIT: MENGENAL TUHAN DALAM SOSOK BELIAU